Pages

X-Steel - Wait

Kamis, 20 Desember 2018

Potensi dan Pengelolaan Kawasan Pesisir di Pantai Watu Ulo

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Nasional (BPS Nasional), Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki 17.508 pulau dengan panjang garis pantai lebih dari 95 ribu km. Sebagai negara kepulauan, wilayah Indonesia didominasi oleh wilayah perairan sekitar 2/3 dari total keseluruhan wilayah Indonesia atau sekitar 5.8 juta km2 yang berada di antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Dengan kondisi geografis tersebut Indonesia memiliki Keanekaragaman laut (Biodiversity) laut terbesar di dunia terutama perikanan laut, dengan berbagai potensi sumberdaya di dalamnya. Wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut, dengan batas ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih mendapat pengaruh sifat-sifat laut seperti angin laut, pasang surut, dan perembesan air laut/intrusi, serta dicirikan oleh vegetasi yang khas, sedangkan batas ke arah laut mencakup bagian atau batas terluar daripada daerah paparan benua (continental shelf), dimana ciri-ciri perairan ini masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun proses yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti pengundulan hutan dan pencemaran (La Sara, 2014 : 10), atau ringkasnya wilayah pesisir meliputi 12 mil ke arah darat maupun laut. Apabila definisi kawasan pesisir menurut undang-undang no 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Peran kawasan pesisir terhadap perkembangan ekonomi suatu wilayah sangatlah besar, karena ada sekitar 60% (persen) masyarakat Indonesia tinggal di kawasan pesisir.
 Pemanfaatan bentang alam pesisir untuk aktivitas wisata dapat dibedakan menjadi 5 jenis, yaitu (1) wisata rekreasi yang memanfaatkan lingkungan seperti diving, snorkeling, dan obyek wisata pantai sebagai kegiatan untuk berkunjung dan menikmati keindahan alam, (2) wisata yang memanfaatkan olahraga dan aktivitas luar sebagai daya tarik seperti memancing, (3) wisata budaya yang memanfaatkan aktivitas budaya di kawasan pesisir sebagai tempat penyelenggaraan budaya, (4) wisata pendidikan yang memanfaatkan sumberdaya ilmu pengetahuan sebagai atraksi wisata berdasarkan kondisi lingkungan pesisir seperti tambak, museum bahari, kampung nelayan dengan keaslian pola kehidupan penduduk nelayan dan taman laut nasional, dan (5) wisata makanan khas daerah dan daya tarik suasana tempat yang mengundang para wisatawan untuk berkunjung.
 Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang terus digalakkan oleh pemerintah. Hal ini disebabkan karena pariwisata mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan Indonesia khususmya sebagai penghasil devisa negara di samping sektor
migas atau menjadi penyumbang terbesar dalam perdagangan insternasional dari sektor jasa. Pengembangan sektor pariwisata merupakan suatu hal yang harus dipertimbangkan secara logis dan realistis. Pada abad 21 industri pariwisata diperkirakan akan menjadi andalan  perolehan devisa negara dan perkembangannya dapat memacu perekonomian suatu negara dan perkembangannya dapat memacu perekonomian suatu negara.  Industri pariwisata akan  tumbuh secara berlanjut rata-rata sebesar 4,6% per tahun dan pertumbuhan pasar pariwisata rata-rata 10% per tahun. Kabupaten Jember memiliki 2 sektor yang dapat meningkatkan perekonomian di wilayahnya yakni sektor pertanian terutama didalam sub sektor perikanan dan sektor pariwisata. Sektor pariwisata merupakan sektor yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah. Usaha memperbesar pendapatan asli daerah, maka program pengembangan dan pendayagunaan sumber daya dan potensi pariwisata daerah diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi. Secara luas pariwisata dipandang sebagai kegiatan yang mempunyai multidimensi dari rangkaian suatu proses pembangunan.
 Kabupaten Jember memiliki potensi yang sangat besar di dalam sektor pariwisata. Sektor pariwisata  yang terdapat di Kabupaten Jember dan memiliki potensi yang sangat besar adalah wisata budaya dan wisata alam. Wisata alam yang terdapat di Kabupaten Jember salah satunya adalah Wisata Pantai Watu Ulo Selain dikenal di sektor pariwista, kawasan ini juga memiliki potensi bidang pertanian dan perikanan yang belum optimal dikembangkan. Berdasarkan kondisi topografi dan kesesuaian lahan, wilayah pesisir pantai selatan Kabupaten Jember ini memiliki kondisi pertanian yang cocok untuk kegiatan budidaya pertanian. Pantai Watu Ulo merupakan salah satu pantai di kawasan pesisir selatan pulau Jawa dan berbatasan langsung dengan Samudra Hindia pada ujung selatannya. Posisi geografis pantai ini terletak pada 6027’29”- 7014’35” BT dan 7059’6”- 8033’56” LS. Pantai Watu Ulo berlokasi di desa Sumberejo, Kecamatan Ambulu dan berjarak sekitar  40 km sebelah selatan Kabupaten  Jember, Provinsi Jawa Timur.
 Pada kawasan wisata di Pantai Watu Ulo memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat, Pantai Watu Ulo memiliki garis pantai berwarna putih kecoklat-coklatan dan di sana ada sebuah batu besar yang membentang dari tepi pantai hingga ke tengah laut. Watu Ulo sendiri memiliki arti dalam bahasa jawa yang berarti batu ular, hal tersebut diyakini oleh masyarakat sekitar karena mitos tentang terbentuknya batu tersebut berasal dari seekor naga yang menjadi batu. Ekosistem pesisir yang mendominasi di Pantai Watu Ulo adalah ekosistem hutan mangrove, dimana seperti yang kita ketahui bahwa hutan mangrove ini
miliki nilai ekonomis yang cukup tinggi baik berupa materil dan keuangan, hal tersebut karena hutan mangrove jika dikelola dengan baik merupakan lahan untuk kegiatan produksi pangan dan penghasil kayu. Menurut Kepres No. 32 Tahun 1990 dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 21 Tahun 2008 bahwa kawasan jika memiliki kemiringan lebih dari atau diatas 40 % dan memiliki ketinggian ± 500 meter merupakan kawasan rawan bencana karena kawasan tersebut sangat peka erosi. Kawasan wisata Pantai Watu Ulo memiliki kontur topografi dengan ketinggian rata-rata 0-40 meter dan kelerengan rata-rata 0-6 %. Melihat topografi kawasan wisata Pantai Watu Ulo dapat dikatakan merupakan kawasan yang bebas dari bencana alam. Sehingga wisatawan tidak perlu merasa cemas untuk menginjungi kawasan wisata karena tidak akan terkena bencana alam dikarenakan kawasan Watu Ulo bukan merupakan kawasan rawan bencana. Kawasan Pantai Watu Ulo merupakan salah satu wisata rekreasi pantai yang diunggulkan di Kabupaten Jember. Daya tarik kawasan Pantai Watu Ulo menyajikan pemandangan  paparan batu ular yang memanjang dari pesisir hingga masuk ke laut, hamparan pasir putih kecoklatan, pecan raya yang diadakan tiap tanggal 1-10 syawal dan larung sesaji yang diadakan tiap tanggal 7 syawal.
 Hutan mangrove secara spesifik memiliki tiga fungsi, yaitu fungsi fisik, biologis, dan ekonomi. Fungsi fisik dari hutan mangrove ini sebagai penjaga garis pantai dari abrasi agar tetap stabil, fungsi biologinya adalah sebagai pemijahan, daerah asuhan, dan untuk mencari makan ikan-ikan kecil. Sedangkan Fungsi ekonomi dari hutan mangrove adalah sebagai lahan untuk produksi pangan dan penghasil kayu. Fungsi mangrove akan berjalan dengan baik jika manusia mampu memanfaatkannya dengan baik dan berkelanjutan. Fakta yang terjadi pada hutan mangrove di Indonesia menunjukkan hal yang sebaliknya. Keberadaan hutan mangrove di Indonesia banyak mengalami penurunan fungsi dan manfaat dari waktu ke waktu. Penyebab utama dari kerusakan tersebut adalah aktivitas ekonomi manusia. Aktivitas ekonomi manusia yang cenderung tidak mengindahkan kaidah-kaidah pelestarian alam dan lingkungan.
 Dari kondisi topografi lahan, dominasi ekosistem, dan daya tarik wisata yang ada di kawasan pesisir Pantai Watu Ulo, kawasan tersebut merupakan daerah potensial untuk di kembangkan untuk kesejahteraan masyarakat kawasan tersebut. Namun, hal tersebut tidak didukung oleh pengelolaan yang baik dari pihak-pihak yang terlibat. Kurangnya pengembangan potensi yang ada di kawasan pesisir Pantai Watu Ulo, seperti kurangnya pengelolaan kawasan hutan mangrove sebagai produksi budidaya dan kawasan pariwisata, kurangnya lahan parkir yang disediakan, tata letak rumah makan, serta sampah-sampah yang
berserakan. Untuk kawasan pariwisata sendiri, jumlah pengunjung yang datang ke Pantai Watu Ulo tiap tahunnya mengalami penurunan, hal ini disebabkan oleh kurangnya pengembangan kawasan itu sendiri. Faktanya, untuk kontribusi wisata Pantai Watu Ulo pada PAD Kabupaten Jember ini sudah cukup besar, tetapi tiap tahunnya kontribusi wisata Pantai Watu Ulo pada PAD Kabupaten Jember selalu menurun. Hal ini dapat dilihat dari data berikut. Pada tahun 2009 Wisata Pantai Watu Ulo sebesar 36%, untuk tahun 2010 menurun menjadi 30%, tahun 2011 kembali menurun tetapi tidak signifikan yaitu 29%, dan penurunan drastis terjadi pada tahun 2012 yang menjadi 16%. Dari segi kontribusi PAD ini dapat dilihat bahwa pengelolaan di kawasan wisata ini masih kurang dan butuh pengembangan.
 Permasalahan yang ada di kawasan pesisir Pantai Watu Ulo merupakan isu utama yang kurang mendapatkan perhatian karena minimnya pengelolaan, yaitu pertama, pengelolaan sampah yang masih kurang terutama pada saat waktu, dengan jumlah wisatawan yang terus meningkat membuat sampah banyak berserakan hampir disepanjang bibir pantai, hal tersebut dikarenakan kurangnya kesadaran dari para wisatawan mengenai pentingnya kebersihan pantai serta kurangnya ketersediaan tempat sampah disekitar pantai yang masih minim. Kedua, keberadaan lapak-lapak rumah makan yang semakin menjamur dan tidak tertata dengan baik, sehingga membuat para pedagang banyak memenuhi Pantai, hal ini membuat para wisatawan kesulitan melihat pemandangan pantai karena terhalang oleh banyaknya warung-warung. Ketiga, aksesibilitas yang kurang menyebabkan sulitnya menjangkau pantai tersebut dan sampai saat ini pemerintah daerah belum mempunyai kebijakan dalam pengembangan kawasan pesisir yang ada di Pantai Watu Ulo.
 Berdasarkan permasalah atau isu terkait yang ada di Pantai Watu Ulo, rekomendasi terkait pengelolaan kawasan pariwisata dan kawasan mangrove sebagai sektor potensial untuk dikembangkan. Pemanfaatan potensi agroekosistem kawasan pesisir Pantai Watu Ulo masih terkendala oleh praktek-praktek pembangunan yang bertentangan dengan keberlanjutan agroeksistem sehingga menyebabkan produktivitas sektor pertanian dan perikanan menjadi kurang maksimal. Langkah alternatif dengan cara pendekatan pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan dengan didukung peran stakeholder diharapkan dapat mengurangi dampak penurunan potensi agroekosistem sehingga dapat memberikan manfaat ekonomi yang sangat signifikan. Kemudian model pengembangan ekowisata berbasis Community Based Tourism (CBT) di kawasan wisata Pantai Watu Ulo sebagai bentuk upaya pengembangan untuk menggali potensi-potensi yang ada dalam pengelolaannya melibatkan masyarakat sekitar. Berkelanjutan yang dimaksud adalah kegiatan yang memberikan dampak kepada masyarakat sekitar baik secara ekonomi dengan memperhatikan kelestarian lingkungan.
 Dalam pengembangan ekowisata berbasis CBT perlu untuk memerhatikan dimensidimensi yang ada di dalamnya, antara lain :
1. Modal Sosial Masyarakat, Fukuyama (1995, dalam Triyono,2003) bahwa modal social dibentuk dan ditransmisikan melalui mekanisme cultural, seperti agama, tradisi dan kebiasaan-kebiasaan historis. Untuk kawasan Pantai Watu Ulo sendiri komponen modal sosial masyarakanya mengacu pada tingkat saling percaya, norma yang dimiliki bersama dan jaringan sosial. 
2. Akses Masyarakat, Akses masyarakat dalam upaya pengelolaan sumber daya alam, dalam upaya pengelolaan event kegiatan yang berkaitan dengan wisata. Masyarakat yang berada pada daerah ekowisata haruslah diberikan kesempatan untuk mengelola berbagai event yang berkaitan dengan kegiatan wisata dikawasan wisata Watu Ulo. 
3. Dukungan Institusi, Dukungan institusi adalah dukungan pemerintah dalam pengelolaan SDA dan bantuan dalam peningkatan kapasitas kelompok-kelompok yang ada dimasyarakat pesisir Watu Ulo. Disini perhatian pemerintah kepada masyarakat pesisir watu ulo sangat dibutuhkan terutama dalam prospek pengembangan daerah wisata watu ulo menjadi daerah kawasan ekowisata. Perencanaa, pelaksanaan untuk menjadikan daerah ekowisata juga harus mendapatkan dukungan institusi baik pada tingkat bawah maupun pada tingkat pucak.
 Ketiga komponen di atas memiliki hubungan dalam mewujudkan perencanaan ekowisata yang baik, ketiga komponen tersebut harulah terintegrasi sebagai satu kesatuan dalam menentukan strategi pengembangan kawasan pesisir Pantai Watu Ulo. Ada beberapa hal mendasarkan sebagai bahan usulan strategi pengembangan pantai wisata Watu Ulo di pesisir Selatan Kabupaten Jember yaitu:
 1. Menyusun Rencana Kerja Pemerintahan Daerah (RPKD) bidang pariwisata secara terpadu dan berbasis masyarakat. RKPD ini berisi dokumen Rencana Pengelolaan, Rencana Zonasi dan Rencana Aksi pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat. RKPD yang disusun akan menjadi acuan dalam setiap proses pengembangan ekowisata dan dimuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Jember. 
 2. Perlu dibentuk Lembaga Koordinasi Ekowisata di tingkat Kabupaten Jember. Hal ini sesuai dengan instruksi Permendagri Nomor 33 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di Daerah.  
3. Penguatan dan pembinaan kelembagaan kelompok masyarakat di tingkat Dusun Watu Ulo sebagai pilar pengelola ekowisata di level terbawah. Pada fase awal kelembagaan yang telah ada diberdayakan dan dibina agar lebih optimal,  jika pendekatan ini berjalan efektif bukan tidak mungkin model ini akan menjamur atau diadopsi oleh tempat-tempat lain atau dapat dengan sengaja dikembangkan di daerah lain yang memiliki karakteristik dan potensi ekowisata yang diminati oleh wisatawan.  
4. Penyusunan paket-paket pantai wisata bahari Watu Ulo berbasis masyarakat dan melakukan pembinaan, pendampingan kepada kelompok masyarakat di tingkat desa, dusun dan kelompok-kelompok masyarakat.  
5. Melakukan kerjasama dengan jejaring ekowisata yang ada di tingkat nasional maupun internasional, biro perjalanan/travelling dan pelaku wisata swasta, sehingga pemasaran potensi obyek ekowisata masyarakat yang pada saat ini masih sangat tergantung pada wisatawan lokal dapat meningkat melalui hubungan kerjasama dengan jejaring ekowisata.  
6. Melakukan perbaikan sarana dan fasilitas pengunjung yang sudah ada sekarang selain itu perlu adanya penambahan atraksi wisata buatan di lokasi wisata pantai Watu Ulo, seperti kolam renang air laut, dunia laut, dan berbagai atraksi lainnya.  
7. Mensinergikan berbagai momentum budaya masyarakat lokal seperti budaya petik laut, dan lain-lain yang selama ini sudah berkembang di masyarakat untuk dijadikan sebagai daya tarik wisata bagi para pengunjung atau wisatawan baik lokal maupun mancanegara.

Daftar Pustaka
Arief Ahmad, Triyono, Modal Sosial Sebagai Mainstream Pengembangan Masyarakat Pesisir Sebuah Pendekatan Sosial untuk Mendukung Pengembangan Lokal Tipologi Masyarakat Pesisir.
Dinas Pariwisata Kabupaten Jember, 2013. Data Kontribusi PAD Pantai Watu Ulo. Dinas Pariwisata Kabupaten Jember.
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/55770 (Diakses pada tanggal 10 Oktober 2017).
Pasaribu, Mangihot. Makalah Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Watu Ulo. 2016. Dipublikasikan pada http://mangihot.blogspot.co.id/2016/11/makalah-pengembanganwiasata-pantai.html (Diakses pada tanggal 9 Oktober 2017).
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 41/PRT/M/2007 tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budidaya.
Sukmana, Oman, Konsep Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Komunitas Berbasis Potensi Lokal (studi Di desa Wisata Bunga Sidomulyo, Kota Batu-Jawa Timur).
Wulandari, Kusuma. Pengembangan Potensi Kawasan Wisata Bahari Sebagai Model Pengembangan Ekowisata Berbasis Comunnity Based Tourism. 2013. Jurnal ISEI.
Yuliana, Indah. Potensi Wisata Bahari Di Jember. 2012.

0 komentar:

Posting Komentar